Oleh : Desmauli
Lumbanbatu, S.Pd
Laboratorium
adalah unit kegiatan belajar yang mendukung upaya peningkatan mutu pendidikan
di sekolah. Dewasa ini hampir setiap sekoah
memiliki laboratorium IPA, Komputer, dan laboratorium bahasa.
Laboratorium IPA termasuk fasilitas
penunjang belajar yang paling lama ada di sekolah, terlepas dari lengkap
tidaknya fasilitas yang tersedia di dalamnya. Namun terkadang laboratatorium
tersebut disalahfungsikan penggunaannya. Laboratorium IPA dijadikan sebagai
ruang belajar biasa, bahkan menjadi ruang pertemuan oleh tim guru. Ironisnya
lagi, laboratorium IPA sering menjadi tempat pajangan alat dan bahan yang sudah
tidak berfungsi alias gudang.
Padahal dengan adanya fasilitas
laboratorium IPA di sekolah sangat menunjang proses pembelajaran IPA Karena
dapat membantu dan mengarahan nalar dan konsep siswa dalam bentuk yang nyata.
IPA
merupakan ilmu yang mempelajari alam secara sistematis dan dinamis.
Pembelajaran IPA tidak hanya meliputi penguasaan konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses untuk membuktikan konsep-konsep dalam
materi pembelajaran, sehingga siswa dapat mendapatkan pengalaman melalui
kegiatan praktikum.
Labaoratorium
dianggap sebagai jantung ilmu pengetahuan karena sangat diperlukan untuk meningkatkan
mutu pembelajaran IPA di sekolah juga dalam pembentukan sikap ilmiah seorang
siswa. Oleh Karena itu, program penyelenggaraan laboatorium harus disusun dengan memperhatikan tahap
perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutukan pembelajaran
nasional dan perkembangan ilmu teknologi.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pelajaran IPA dan laboratorium IPA mempunyai
korelasi yang sangat signifikan, jadi sangat disayangkan apabila laboratorium
IPA di sekolah-sekolah dibuat sebagai tempat pajangan semata. Berbagai alasan tidak diberdayakannya
laboratirium, seperti alat-alat dan bahan yang tersedia kurang memadai, alat
dan bahan sudah lapuk dimakan usia sebenarnya kurang relevan dijadikan sebagai
kendala dilaksanakannya kegiatan eksperimen atau demonstrasi. Kendala terberat adalah
terletak dalam niat dan kemauan guru yang bersangkutan dalam melakukan
eksperimen tersebut. Karena, tidak sedikit sekolah sekarang yang memiliki
fasilitas laboratorium yang lengkap tetapi gurunya tetap nihil bereksperimen
dalam laboratorium. Hal tersebut bisa saja dilatarbelakangi oleh kurangnya
pengetahuan dan pengalaman guru, kurang pelatihan dan enggan mencoba dalam
menggunakan alat-alat laboratorium serta faktor kesibukan administrasi lainnya
seperti penyediaan perangkat pembelajaran, dan lain-lain.
Dalam
pembelajaran IPA dituntut adanya interaksi antara subjek belajar dan objek
belajar yang sinergis. Untuk mewujudkannya perlu disediakan objek yang
dipelajari yang dapat diamati siswa secara nyata. Melalui interaksi tersebut,
diharapkan akan tercipta pengalaman belajar yang berkualitas tinggi Karena
subjek belajar dapat mengungkapkan gejala benda dan peristiwa secara langsung.
Sesuai dengan metode konstruktivisme
bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh anak didik yang secara aktif menerima
pengetahuan dari pendidik. Oleh Karena itu, pembelajaran diarahkan pada experimental Learning yaitu pembelajaran
berdasarkan pengalaman kongkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas,
kemudian kontemplasikan dan dijadikan ide terta pengembangan konsep baru (Mohammad Jauhari, 2011).
Dalam
konteks pendidikan di sekolah, laboratorium mempunyai fungsi sebagai wahana
proses pembelajaraan dengan metode praktikum yang dapat memberikan pengalaman
belajar pada peserta didik untuk berinteraksi dengan alat dan bahan serta
mengobservasi berbagai gejala secara langsung. Kegiatan laboratorium berupa
praktikum akan memberikan peran yang sangat besar terutama dalam ; 1) membangun
pemahaman konsep, 2) veryfikasi (pembuktian) kebenaran konsep, 3) menumbuhkan
keterampilan proses (keterampilan dasar bekerja ilmiah), 5) melatih
keterampilan psikomotor (Purwanti Widhy
Hastuti : 2012).
Jika
pengelolaan laboratorium tidak baik, maka fungsi dan peran laboratorium untuk
peningkatan mutu pembelajaran akan sangat rendah. Sementara itu, para guru
hanya melihat satu keberhasilan dalam proses pembelajaran dengan indikasi nilai UN saja sehingga
mengabaikan keterampilan proses siswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Hal
ini dapat dilihat dari keengganan guru IPA dalam menggunakan laboratorium.
Keengganan guru dalam melakukan pembelajaran praktikum antara lain ; 1) tidak
adanya pengelolaan yang baik , 2) tidak adanya alat dan bahan yang memadai, 3)
ketidakyakinan guru bahwa dengan praktikum pembelajaran akan bermakna, 4) guru
beranggapan bahwa praktikum tidak akan keluar dalam ujian nasional, 5)
keterbatasan kompetensi guru tersebut (kurang mampu memberdayakan alat
tersebut).
Melihat
pentingnya laboratorium dalam pembelajaran IPA (sains), maka pemberdayaan
fungsi haruslah mendapat perhatian dengan baik, dalam hal ini sangat perlu
adanya program pelatihan bagi para guru IPA khusus dalam pemberdayaan laboratorium
sebagai experimental learning baik
melalui MGMP, kolaborasi antar guru, dan sesama guru IPA, sehingga seorang guru
IPA tidak lagi enggan melaksanakan pembelajaran sehingga siswa dapat menikmati
pembelajaran yang lebih bermakna. Melalui pelatihan tersebut guru belajar
bagaimana mengorganisasikan laboratorium melalui penggunaan alat-alat dan bahan
yang sesuai kebutuhan materi pembelajaran.
Mendapat kesempatan berbuat"hidup adalah kesempatan"telah terealisasi & akan terus menjadikan positifnya kehidupan ke waktu depan.
BalasHapusSemoga Tulisan Bu Guru ini semakin menghasilkan gebrakan2 baru. Dan sukses terus berkarya bagi negri.