Minggu, 15 Mei 2016

Memberdayakan Laboratorium IPA di Sekolah


Oleh : Desmauli Lumbanbatu, S.Pd

Laboratorium adalah unit kegiatan belajar yang mendukung upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Dewasa  ini hampir setiap sekoah memiliki laboratorium IPA, Komputer, dan laboratorium bahasa.
         Laboratorium IPA termasuk fasilitas penunjang belajar yang paling lama ada di sekolah, terlepas dari lengkap tidaknya fasilitas yang tersedia di dalamnya. Namun terkadang laboratatorium tersebut disalahfungsikan penggunaannya. Laboratorium IPA dijadikan sebagai ruang belajar biasa, bahkan menjadi ruang pertemuan oleh tim guru. Ironisnya lagi, laboratorium IPA sering menjadi tempat pajangan alat dan bahan yang sudah tidak berfungsi alias gudang.
      Padahal dengan adanya fasilitas laboratorium IPA di sekolah sangat menunjang proses pembelajaran IPA Karena dapat membantu dan mengarahan nalar dan konsep siswa dalam bentuk yang nyata.
IPA merupakan ilmu yang mempelajari alam secara sistematis dan dinamis. Pembelajaran IPA tidak hanya meliputi penguasaan konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses untuk membuktikan konsep-konsep dalam materi pembelajaran, sehingga siswa dapat mendapatkan pengalaman melalui kegiatan praktikum.
Labaoratorium dianggap sebagai jantung ilmu pengetahuan karena sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPA di sekolah juga dalam pembentukan sikap ilmiah seorang siswa. Oleh Karena itu, program penyelenggaraan laboatorium harus  disusun dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutukan pembelajaran nasional dan perkembangan ilmu teknologi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelajaran IPA dan laboratorium IPA mempunyai korelasi yang sangat signifikan, jadi sangat disayangkan apabila laboratorium IPA di sekolah-sekolah dibuat sebagai tempat pajangan semata.  Berbagai alasan tidak diberdayakannya laboratirium, seperti alat-alat dan bahan yang tersedia kurang memadai, alat dan bahan sudah lapuk dimakan usia sebenarnya kurang relevan dijadikan sebagai kendala dilaksanakannya kegiatan eksperimen atau demonstrasi. Kendala terberat adalah terletak dalam niat dan kemauan guru yang bersangkutan dalam melakukan eksperimen tersebut. Karena, tidak sedikit sekolah sekarang yang memiliki fasilitas laboratorium yang lengkap tetapi gurunya tetap nihil bereksperimen dalam laboratorium. Hal tersebut bisa saja dilatarbelakangi oleh kurangnya pengetahuan dan pengalaman guru, kurang pelatihan dan enggan mencoba dalam menggunakan alat-alat laboratorium serta faktor kesibukan administrasi lainnya seperti penyediaan perangkat pembelajaran, dan lain-lain.
Dalam pembelajaran IPA dituntut adanya interaksi antara subjek belajar dan objek belajar yang sinergis. Untuk mewujudkannya perlu disediakan objek yang dipelajari yang dapat diamati siswa secara nyata. Melalui interaksi tersebut, diharapkan akan tercipta pengalaman belajar yang berkualitas tinggi Karena subjek belajar dapat mengungkapkan gejala benda dan peristiwa secara langsung. Sesuai dengan metode konstruktivisme bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh anak didik yang secara aktif menerima pengetahuan dari pendidik. Oleh Karena itu, pembelajaran diarahkan pada experimental Learning yaitu pembelajaran berdasarkan pengalaman kongkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, kemudian kontemplasikan dan dijadikan ide terta pengembangan konsep baru (Mohammad Jauhari, 2011).
Dalam konteks pendidikan di sekolah, laboratorium mempunyai fungsi sebagai wahana proses pembelajaraan dengan metode praktikum yang dapat memberikan pengalaman belajar pada peserta didik untuk berinteraksi dengan alat dan bahan serta mengobservasi berbagai gejala secara langsung. Kegiatan laboratorium berupa praktikum akan memberikan peran yang sangat besar terutama dalam ; 1) membangun pemahaman konsep, 2) veryfikasi (pembuktian) kebenaran konsep, 3) menumbuhkan keterampilan proses (keterampilan dasar bekerja ilmiah), 5) melatih keterampilan psikomotor (Purwanti Widhy Hastuti : 2012).
Jika pengelolaan laboratorium tidak baik, maka fungsi dan peran laboratorium untuk peningkatan mutu pembelajaran akan sangat rendah. Sementara itu, para guru hanya melihat satu keberhasilan dalam proses pembelajaran  dengan indikasi nilai UN saja sehingga mengabaikan keterampilan proses siswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari keengganan guru IPA dalam menggunakan laboratorium. Keengganan guru dalam melakukan pembelajaran praktikum antara lain ; 1) tidak adanya pengelolaan yang baik , 2) tidak adanya alat dan bahan yang memadai, 3) ketidakyakinan guru bahwa dengan praktikum pembelajaran akan bermakna, 4) guru beranggapan bahwa praktikum tidak akan keluar dalam ujian nasional, 5) keterbatasan kompetensi guru tersebut (kurang mampu memberdayakan alat tersebut).

Melihat pentingnya laboratorium dalam pembelajaran IPA (sains), maka pemberdayaan fungsi haruslah mendapat perhatian dengan baik, dalam hal ini sangat perlu adanya program pelatihan bagi para guru IPA khusus dalam pemberdayaan laboratorium sebagai experimental learning baik melalui MGMP, kolaborasi antar guru, dan sesama guru IPA, sehingga seorang guru IPA tidak lagi enggan melaksanakan pembelajaran sehingga siswa dapat menikmati pembelajaran yang lebih bermakna. Melalui pelatihan tersebut guru belajar bagaimana mengorganisasikan laboratorium melalui penggunaan alat-alat dan bahan yang sesuai kebutuhan materi pembelajaran.

1 komentar:

  1. Mendapat kesempatan berbuat"hidup adalah kesempatan"telah terealisasi & akan terus menjadikan positifnya kehidupan ke waktu depan.
    Semoga Tulisan Bu Guru ini semakin menghasilkan gebrakan2 baru. Dan sukses terus berkarya bagi negri.

    BalasHapus