Oleh : Desmauli Lumbanbatu, S.Pd
Ketika
mendengar kata ulos secara otomatis berhubungan dengan suku Batak. Ulos sudah
menjadi identitas yang sangat dikenal di dalam maupun luar negri. Pandangatn
suku batak hanya ada tiga sumber kehangatan (pana) bagi manusia, yaitu
matahari, api dan ulos. Secara logika tidak akan timbul pertanyaaan jika
matahari, api menjadi sumber kehangatan, namun bagi suku lain ketika ulos
dijadikan sebgai sumber kehangatan akan menimbulkan pertanyaan dalam pikiran
mereka. Akan dijawab pada aliniea selanjutnya.
Secara
geografis suku batan tinggal di kawasan pegunungan yang beriklim sejuk, seperti
suasana kota bandung yang memiliki cuaca sejuk. Kondisi alam ini, menyebabkan
panas yang dipancarkan oleh matahari tidak cukup memberikan kehangatan,
terutama ketika malam hari. Kondisi alam seperti ini memaksa orang batak
menciptakan sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh selain kehangatan yang sudah
ada. Dalam konteks inilah kain Ulos menjadi sumber panas yang memberikan
kehangatan, baik kehangatan fisik maupun non fisik kepada orang Batak. Selain
makna dari sumber kehangatan, ulos juga membetuk lelaki Batak berjiwa keras,
mempunyai sifat kejantanan, dan kepalahwanan, dan perempuan mempunyai sifat
ketahanan dari guna-guna kemandulan (“KajianAntropologi
Batak Prof Bas,” dalam http://www.silaban.net/wp-print.php?p=1675, diaksestanggal07Januari 2016).
Awal
mulanya kain ulos lahir dari pencarian orang-orang Batak yang hidup di daerah
pegunungan yang dingin. Seiring berjalannya waktu, dari sekedar kain pelindung
badan, ulos berkembang menjadi lambang ikatan kasih, pelengkap upacara adat,
dan simbol sistem sosial masyararakat Batak. Bahkan, kain ini dipercaya
mengandung kekuaran yang bersifat religius magis dan dianggap keramar serta
memiliki daya isitimewa untuk memberikan perlindungan kepada pemakainya.
Ulos Citra Hidup Suku
Batak
Jenis dan motif kain
ulos menggambarkan makna tersendiri. Tergantung sifat, keadaan, fungsi, dan
hubungan tertentu. Kapan digunakan, diberikan kepada siapa, dan dalam upacara
adat yang bagaaimana. Bahkan, berbagai uapcara adat seperti pernikhakan,
kelahiran, kematian, dan ritual lainnya, yang lebih hebatnya semua itu tidak
akan terlaksana tanpa ulos. Melihat kenyataan itu penulis berpendapat bahwa
kain ulos merupakan bagian dari kehidupan orang batak.
Ketika kain ini dipakai oleh
laki-laki, bagian atasnya disebut ande-hande, sedangkan bagian bawahnya disebut
singkot. Sebagai penutup kepala disebut tali-tali, bulang-bulang, sabe-sabe
atau datar. Namun terkait dengan niai-nilai sakral yang melengkapi kain ulos,
maka tidak semua ulos dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ulos
Jugia, Sadum, Ragi Hotong, Ragidup, dan Runjat, hanya dapat dipakai pada waktu
dan upacara tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki Batak menggunakan
sarung renin bermotif kotak-kotak, tali-tali dan baju berbentuk kemeja kurung
berwarna hitam, tanpa alas kakit.
Ketika ulos dipakai oleh perempuan
Batak Toba, bagian bawah disebut haen, untuk penutup punggung disebut
hoba-hoba, dan bila dipakai sebagai selendang disebut ampe-ampe. Apabila
digunakan sebagai penutup kepala disebut saong, dan untuk menggendong anak
disebut paropa. Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan batak memakai kain blacu
hitam dan baju kurung panjang yang umumnya berwarna hitam, serta tutup kepala
yang disebutu saong.
Secara garis besar, ada tiga cara
pemakaian ulos, yaitu: pertama, siabithononton (diapaki) antara: ragidup,
sibolang, runjat, djobit, simarindjamisi, dan ragi pangko. Kedua,
sihadanghononton (dililitkan di kepala atau bisa juga di jinjing. Ulos yang
penggunaanya dililit di kepala atau bisa juga ditenteng di antara: sirara,
sumbat, boelan, mangiring, surisuri, dan sadum. Ketiga, sitalitalihononton
(dililir di pinggang). Ulos yang dililitkan di pinggang di antara: tumtuman,
mangiring, dan padangrusa. Ketiga aturan pemakain disebut membawa pesan bawah
menempatkan ulos pada posisi yang tepat merupakan hal yang sangat penting,
tidak saja terkain dengan seresasian dalam berpakaian tetapi juga terkain
dengan makna-makna filosfis yang dikadnung. Dengan kata lain, ulos tidak hanya
berfungsi sebagai penghangat dan lambang kasih sayang, melainkan juga sebgai
simbol status sosial, alat komunikasi, dan lambang solidaritas.
Menyinggung ulos sebagai ekspresi
kasih-sayang, maka dikenal ungkapan “mangulosi”. Dalam adat batak, mangulosi
(memberikan ulos) melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada
penerima ulos. Dalam hal mangulosi, ada aturan umum yang harus dipatuhi, yaitu
mangulosi hanya boleh dilakukan kepada orang yang mempunyai starus kekerabatan
atau sosial lebih rendah, mauslnya orang tua boleh mangulosi anaknya, tetapi
sang anak tidak boleh mangulosi orang utanya.
Demikian juga dngan ulos yang hendak
digunakan untuk mangulosi harus mempertimbnagkan tujuan dari pemebrian ulos
tersebut. Misalnya hendak mengulosi Boru yang akan melahirkan anak sulungnya,
maka ulos yang diberikan adalah ulos ragidup sinagok. Demikian juga jika hendak
mangulosi pemebsar atau tamu kehormatan yang dapat memberikan perlindungan
(mangalinggomi), maka ulos yang digunakan adala Ulos Ragidup Silingo.
Makna
Kain Ulos tidaksekedarhasilkerajinan
yang mempunyaitampilanindah, tetapi juga merupakanmanifestasidarinilai-nilai
yang diyakiniolehmasyarakat.Dengan kata lain,
denganmengetahuidanmemahaminilai-nilai yang terkandungdalamkain Ulos,
makakitaakanmengetahuiapadansiapa orang Batak. Olehkarenanya,
upayapelestariankain Ulos baiksecarafisikmaupunnilai-nilai
yang dikandungnyaharussegeradilakukan. Atau, generasi Batak akan teralienasi karena tercerabut
dari akar lokalitasnya.
Secara garis besar, ada empat nilai yang dapat kita ambil
dari kain Ulos, yaitu: kearifan lokal, keyakinan, tata aturan, dan
kasih sayang. Pertama, kain Ulos merupakan manifestasi
dari pengetahuan lokal masyarakat Batak. Kondisi geografis alam tempatan orang
Batak yang berhawa cukup dingin menyebabkan matahari dan api tidak cukup
memberi kehangatan, kondisi ini telah menggugah orang-orang Batak untuk mencari
dan menciptakan sumber kehangatan baru, yaitu kain Ulos. Oleh
karenanya, penggunaan kapas sebagai bahan baku utama untuk membuat kain Ulos,
bukan suatu kebetulan, tetapi merupakan proses panjang dari sebuah pencarian.
Demikian juga pewarna kain yang dibuat dari bahan-bahan alami.
Kedua,
pengetahuanlokaltersebutterusberkembangdanakhirnyamenjadifalsafahhidup orang
Batak.Menurut orang Batak, adatigasumberkehangatan, yaitu: matahari, api,
dan Ulos. Eksistensikain Ulossemakinkuatketikaiamenjadibagianpentingdariupacara-upacaraadat
yang dilakukanoleh orang Batak. Akhirnya, kain Ulos menjadikainsakral
yang menjadisimpulkeyakinan orang Batak kepadaTuhan.
Ketiga,
kain Ulos sebagaisumbertertib social.Beragam Ulos dengansegenap raksa yang
terkandung di dalamnya, jikadikajisecaraserius,
ternyatamerupakansumberuntukmelakukantertibsosialdalammasyarakat Batak. Ulos Jugia,
Ragidup, dan Ragihotang misalnya,
mengandungtataaturanbagaimanahidupbermasyarakatdanbagaimanatertibsosialdijagadalammasyarakat.
Mengapa UlosJugiahanyabolehdipakaiolehkakek yang
telahmempunyaicucu, mengapa Ulos ragidup harusdipakaiolehtuanrumahdalamkegiatankemasyarakatan,
danmengapa UlosSadum harusdijadikan alas sirihketikamenyambut
raja. Dengan kata lain, keberadaanberagamjenis Ulos tersebut,
merupakancaramasyarakat Batak menjagaharmonisosial.
Keempat,
kain Ulos sebagaipertandakehangatan (baca: kasihsayang) orang
Batak. Pemberian Ulos(mangulosi) agar orang yang
diberikanterlepasdariserangandingin yang menggrogotitulangmerupakancara orang
Batak mengungkapkankasihsayangnya. Denganmemberikan Ulos,
makaiatelahmelindungi orang-orang yang dikasihinya.
Daftar Pustaka
1. Ater B. Sinaga, “MaknadanartiUlosdalamMasyarakat Batak,” dalam http://ath3r.wordpress.com/makna-dan-arti-Ulos-dalam-masyarakat-batak/, diaksestanggal07 Januari 2016.
2. BiranulAnas / Jonny Purba, “BusanaTradisional Batak,” dalamhttp://www.tamanmini.com/anjungan/sumut/budaya//busana_tradisional_batak, diaksestanggal07 Januari 2016.
3. “KajianAntropologi Batak Prof Bas,” dalam http://www.silaban.net/wp-print.php?p=1675, diaksestanggal07 Januari 2016.
4. “Kapan Ulos Batak MenjadiKebanggaan?” dalam http://tanobatak.wordpress.com/2007/06/30/kapan-Ulos-batak-menjadi-kebanggaan/, diaksestanggal07 Januari 2016.
5. “MelongokProdukUlosModeren Ala Martha Ulos”, dalam http://www.silaban.net/2001/04/14/melongok-produk-Ulos-moderen-la-martha-Ulos/, diaksestanggal07 Januari 2016.
6. MonangNaipospos, “Proses PembuatanUlos di Toba,” dalam http://tanobatak.wordpress.com/2007/08/01/proses-pembuatan-Ulos-di-toba/, diaksestanggal07 Januari 2016.
7. OloanPardede, “Mengenal Ulos Batak,” dalam http://tanobatak.wordpress.com/2008/02/18/mengenal-olos-batak/, diakses07
Januari 2016.
8. “ProsesPembuatan Ulos di Toba,” dalam http://tanobatak.wordpress.com/2007/08/01/proses-pembuatan-Ulos-di-toba/, diaksestanggal07 Januari 2016.
9. Richard Sinaga, 1997, LeluhurMargaMarga Batak,
dalamSejarahSilsilahdanLegenda, (Jakarta: Penerbit Dian Utama)
11. “UlosProdukEksotik”, dalam http://tanobatak.wordpress.com/2007/10/22/Ulos-produk-eksotik/, diaksestanggal07 Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar