Minggu, 05 Juni 2016

Warna Sebagai Citra Estetika Budaya Indonesia


Oleh : Desmauli Lumbanbatu, S.Pd

Karya seni tradisional, yang berwujud dalam pakaian adat, alat musik tradisional, senjata adat, artefak kebudayaan, aksesoris-aksesoris yang melengkapi keadatan, mengandung unsur-unsur warna yang menambah kesan estetik dalam karya seni tradisonal.Selain itu dari warna itu juga menyimpan filosofi yang berhubungan dengan supranatural (adikodrati), atau ada kekuatan tertentu yang menguasai bagian diri alam raya.
            Dominan yang selalu ada disetiap daerah yang ada diindonesia adalah warna putih, hitam, dan merah bagi umumnya suku bangsa di Indonesia merupakan warna bernilai sombolis. Susuna warna bernilai  simbolis yang masih dipergunakan pada beberapa karya seni dan suku bangsa di Indonesia.
            Penelitian tentang warna kedaerahan telah dilakukan sejak tahun 1978 dan dilanjutkan pada tahun 1982, yang pertama tentang “Desain Warna Susunan dan Fungsinya” yaitu pada tahun (1878) dan yang kedua “Susunan Warna Lokal Di Beberapa Daerah Indonesia” (1982). Melalui Institut Teknologi Bandung Proyek Pengembangan Ilmu dan Teknologi, Dirjen Dikti, Dept. Dikbud.
            Untuk melengkapi pemahaman kita mengenai warna sebagai citra estetika kebudayaan Indonesia. Penulis akan membahas beberapa filosofi warna dari budaya di Indonesia.
A.                Suku Batak
Pada pembahasan ini kita akan mengambil karya seni tradisional batak yaitu ulos dan ukiran suku batak yaitu Gorga.
A.1      Ulos
Motif-motif hiasan dan warna yang ditampilkan pada ulos tertentu memberikan makna tertentu pula dalam pandangan masyarakat suku batak. Untuk mempersempit pembahasan kita mengambil salah satu jenis ulos yaitu Ragi Idup, dengan motif dan watna putih menyebabkan ulos ini mempunyai nilai yang tinggi, dipandang suci, lambing dari kehidupan, dana memberi semacam ketenagnan, kekuatan dalam menghadaip cobaan hidup bagi yang memilikinnya.
Upacara adat dalam rangka daur hidup terkait dengan pemberian ulos dan juga pada upacara memasuki rumah baru.Uapacara daur hidup itu terkait dengan pemberian ulos dan juga pada upacra memasuki rumah baru.Upacara daur hidup itu adalah misalnya upacara masa kehamilan.Upacara kelahiran, upacara naik sidi, upacara perkawinan, uapcara kematian, uapcara menggali kuburan. Pemberian ulos itu melibatkan unsur dalihan na tolu.
Masing-masing warna mengandung makna “kematian”, “kehidupan dan kesucian”, dam atribut Batara Guru ang menguasai dunia bawah. Ulos dipandang memberi kehangtan (halason) bagi badan dan jiwa. Halason berasal dari kata las atau “panas”, tetapi bermakna suka-cita, dorongan kuasa, kekautan, dan dapat membangkutkan semangat dan filosofi ini semua tergambarkan dalam warna merah dari ulos.        
            A.2      Gorga
Warna yang paling mencolok pada orang batak suku batak adalah terpancar pada ornament atsitektur rumah adat. Dimana 3 unsur warna ini selalu menghiasi ornament rumah adat batak. Pertama warna putih, merah, dan hitam dan ini adala warna utama dan dominan suku batak.Yang terpatri dalam ragam rias, seperti pada warna gorga di ruma batak (ukiran di rumah adat batak) dan perangkat music gondang.
Ketiga warna tersebut juga mempunyai makna dan simbolisme khusu menurut keprcayaan religi suku batak kuno, yaitu: Putih sebagai perlambang kesucian, kebenaran, kejujuran, dan ketulusan (sohaliapan, sohapurpuran), juga symbol kosmologi Benua Ginjang (dunia atas) Merah sebagai perlambang ketuatan (hagogoan) dan keberanian, symbol Benua Tonga (dunia tengah). Hitam sebagai perlambang kerahasian (hahomion), kewibawaan dan kepemimpinan, symbol Banua Toru (dunia bawah).
B.                 Minang Kabau
Tiga warna kebesaran minangakabau atau di sebut juga MARAWA yang menjadi warna khas di minangkabau atau provinsi sumatera barat. Marawa (umbul-umbul) di sumatera barat yang terdiri tiga warna yaitu hitam, merah, kuning, merupakan lambing atau percerminan wilayah Adat Luhak Nan Tigo yang ada di wilayah provinsi sumatera barat.
Warna kuning, melambangkan Luhak Tanah datar (Batusangkar) dengan makna (aianyo janiah, ikannyo jinak dan buminyo dingin = air nya jernih ikannya jinak buminya dingin). Warna merah melambangkan Luhuk Agam (bukit tinggi) dengan makna (aiah nyo karuah, ikannyo liah dan buminyo hangek = airnya keruh ikannya liar bumunya hangat) dan sedangkan warna hitam melambangkan Luhuk Lumopuluh Koto (aia nyo manih, ikannyo banyak dan buminyo tawa = ainya manis ikanya banyak buminya tawar.
Setiap warna-warna Marawa tersebut diatas juga mempunyai arti sendiri tidak terkecuali tiangnya, yaitu: 1.Marawa Kebesaran Adat Minangkabau(Empat Warna) Tiang: Melambangkan mambasuik dari bumi. Hitam: Melambangkan tahan tapi mempunyai akal dan budi Kuning: Melambangkan keagungan, punya undang-undang dan hukum, Merah: Melambangkan keberanian, punya raso jo pareso (rasa dan perasa) Putih: Melambangkan kesucian, punya alur dan patut. Sedang kan tata cara pemakaian MARAWA empat warna tersebut adalah: Pertama dipakai atau dipasang ketika upacara adat kebesaran Ninik Mamak Pemangku Adat (urang ampek jinih dan jinih nan ampek). Kedua dipakai atau dipasang ketika pelantikan/pengambilan sumpah penghulu, manti, malin dubalang dan sebagainya.2.Marawa tiga warna, hitam merah kuning, dipakai untuk acara2 masyarakat seperti pesta pernikahan dan hari2 besar agama Islam dan hari2 besar Nasional.

C.                Bali
Falsafah warna Bali disebut “Panca Maha Butha”, bersumber dari falsafah hinduisme, unsurnya terdiri dari air, api, udara, tanah, dan angkasa (akasa).Susunan warnanya dinamakan “Rajah Nawasanga” , terdiri dari 9 warna, yang dihubungkan dengan nama dewa dan arah mata angin. Skema warnanya cenderung ke arah warna muda (tint).
Peran warna hitam dan putih di Bali cukup penting.Sebagai simbol rwa bhineda, yaitu perbedaan yang mengatur keseimbangan dunia (dua sisi kehidupan, baik-buruk, terang-gelap).Catur warna di Bali simbol golongan masyarakat tertentu
1.      Putih = warna Brahmana
2.      Merah = warna Ksatriya
3.      Kuning = warna Wesya
4.      Hitam = warna Sudra

D.             Suku Dayak
Untuk memahami maksud dan arti warna batu pada manik-manik Dayak sebenarnya tergantung warna manik itu sendiri, manik-manik yang dihadirkan dalam setiap upacara tradisional Suku Dayak umumnya berwarna merah, hijau, kuning, biru dan putih. Setiap warna memiliki arti dan keistimewaan berbeda-beda, sebab itulah dalam masyarakat Dayak, jika warna manik batu merah maka ini merupakan simbol makna semangat hidup, jika manik batu warna biru memiliki makna sumber kekuatan dari segala penjuru yang tidak mudah luntur, jika warna kuning maka makna simbolisasi manik batu ini menggambarkan keagungan dan keramat, kemudian jika warna sebuah manik batu adalah hijau ini memiliki makna kelengkapan dan intisari alam semesta, sedangkan jika warna manik batu adalah putih maka ia simbolisasi sebuah makna gambaran lambang kesucian iman seseorang kepada sang pencipta.
E.                 Yogyakarta
Penggunaan warna telah terpola oleh peraturan yang tidak tertulis dari keraton, karena kebudayaan Jawa berpusat di keraton.Kuning adalah lambang keraton/sultan.
Hitam, cokelat, putih, atau biru tua menjadi warna-warna batik tradisional.Merah biasanya muncul pada pertunjukan wayang kulit.
Warna batik tradisional Yogyakarta melambangkan sifat dan nafsu manusia, warna tersebut ada tiga yaitu coklat, putih, dan hitam sebagai warna utama dalam batik tradisional Yogyakarta.Warna coklat melambangkan pribadi yang hangat, terang alami, rendah hati, bersahabat, kebersamaan, tenang dan sentosa sesuai dengan masyarakat Jawa yang mengutamakan rasa dalam segala tindak-tanduknya.Warna putih melambangkan pribadi yang suci, polos, lugu, jujur, bersih, spiritual, pemaaf, cinta, dan terang yang melambangkan sifat religius masyarakat Jawa.Warna hitam melambangkan pribadi yang gelap, misteri, kukuh, formal, dan memiliki keahlian.
Motif batik tradisional Yogyakarta memiliki makna tertentu dalam setiap bentuknya dan dipakai saat upacara tertentu. Motif grompol yang berarti berkumpulnya segala yang baik, motif truntum yang berarti sebagai panutan/penuntun, motif semen gurda yang berarti kekuatan/kekuasaan, motif sida asih yang berarti dapat saling mengasihi, motif sida luhur yang berarti semoga jadi orang yang berpangkat, motif wahyu tumurun yang berarti pengharapan agar mendapat wahyu dari Tuhan YME, dan motif tambal yang berarti sebagai penyembuh bagi yang sakit. Selain itu juga ada motif larangan yang hanya boleh dipakai oleh keluarga Kraton pada jaman sebelum bersatunya Indonesia seperti motif parang rusak barong dengan motif modang di tengahnya pada dodod atau kain jarit yang dipakai Sri Sultan yang memiliki arti simbolis filosofis dalam kebudayaan Hindu dan modang memiliki arti simbolis lidah api-api dan motif parang rusak gurda memiliki arti filosofis sebuah mahkota atau penguasa tertinggi.
Sehingga makna simbolis warna dan motif batik tradisional Yogyakarta melambangkan agar manusia yang memakai batik tersebut dapat memiliki sifat-sifat sesuai dengan makna motif batik tersebut dan dapat mengendalikan nafsu sesuai dengan makna warna batik tersebut.

F.                 Jawa Barat
Gambaran tentang unsur-unsur adat itu terpantul pada bentuk-bentuk kesenian Sunda seperti seni sastra, tembang kecapi suling, tari, wayang golek, sandiwara, batik tulis serta tata cara berpakaian. Lakon wayang umpamanya , tidak lagi utuh dipertunjukkan  di depan umum  sebagaimana asalnya, melainkan telah mendapat improvisasi  Ki Dalang sesuai dengan masa dan masyarakat penikmatnya. Demikian juga dengan bentuk – bentuk  seni lainya telah mendapat pengembangan daya cipta berdasarkan imajinasi senimannya tanpa beranjak dari akarnya sendiri. Penampilannya disesuaikan dengan lingkungan kondisi masyarakat penerimanya serta zamannya.
Sifatnya lebih terbuka terhadap pengaruh unsur luar, sehingga terjadi proses akulturasi. Hal-hal yang bersifat tradisional religius magis sedikit demi sedikit terkikis.Warna-warna simbolis masih dipergunakan oleh sebagian adat Sunda, seperti putih, merah, kuning.Warna putih sebagai pakaian pengantin wanita yang masih gadis.Selendang putih untuk upacara ‘numbas’, simbol kebanggaan mertua terhadap menantu yang masih suci.Warna merah putih untuk upacara “ngaruat” rumah  baru, syukuran berganti nama.Warna kuning untuk nasi kuning, sebagai syukuran naik pangkat, ulang tahun, atau lulus ujian.Budaya Sunda juga mengenal warna analog atau nada warna, seperti urutan antara merah dengan biru: mulai dari beureum (merah), kayas (merah muda), kasumba (merah muda ada unsur ungu), gandaria (ungu), gandola (biru keunguan), paul (biru ultramarine).Kayas bisa dimasukkan pada susunan warna cerah (tint), antara merah dan putih.
G.                Gorontalo
Filosofi warna pada suku gorontalo diambil pada pakaian adat.Pakaian adat Gorontalo umumnya mempunyai tiga warna dan memiliki arti tertentu yaitu warna ungu, warna kuning keemasan, dan warna hijau.Selain itu dalam upacara pernikahan adat Gorontalo, masyarakat hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab, warna hijau bermakna kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan, warna kuning emas bermakna kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran, sedangkan warna ungu bermakna keanggunanan dan kewibawaan.
Jika masyarakat Gorontalo ingin mengenakan pakaian yang berwarna gelap, maka masyarakat lebih suka memakai warna hitam yang melambangkanketeguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan warna putih yang melambangkan kesucian atau kedukaan.Karena itu, masyarakat Gorontalo lebih suka mengenakan warna putih bila pergi ke tempat perkabungan atau kedukaan atau ke tempat ibadah.Pada umumnya kurang suka dengan pakaian berwarna coklat karena coklat yang melambangkan tanah.
Selain itu warna biru muda sering dikenakan pada saat peringatan 40 hari duka, sedangkan biru tua dikenakan pada peringatan 100 hari duka.Dari pandangan terhadap warna tersebut, maka pada hiasan untuk upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama juga, yakni warna merah, hijau, kuning emas, dan ungu.

H.                Melayu Riau
Warna bagi orang melayu adalah merupakan lambang atau simbol yang dapat membedakan setatus seseorang di dalam kehidupannya.Lambang warna juga dapat menandakan kepatuhan.Tetapi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional melayu mengartikan warna sebagai berikut.
1.      PUTIH: Tanda kesucian dalam tata pakaian adat putih di pakai juga sebagai tanda berkabung .
2.      MERAH: tanda persaudaraan dan keberanian. Masyarakat padalaman menggunakan warna sebagai warna panji dan payung untuk batin (kepala persukuan)sedangkan dalam peperangan kain merah selalu di kaitkan di pinggang.
3.      KUNING: Lambang kesucian. Warna kuning di jaman raja melayu masih berkuasa hanya boleh di pakai oleh keluarga raja.
4.      BIRU: lambang keperkasaan di Sungai dan lautan . Dahulunya pakaian biru di peruntukkan bagi laksana kerajaan .
5.      HIJAU; lambang kesuburan dan kemakmuran.
6.      HITAM; lambang keperkasaan Warna ini selalu dipakai oleh panglima dan hulubalang.
7.      KEEMASAN: lambang kejayaan dan kemegahan. Warna ini dahulu di pakai oleh raja yang sedang berkuasa.
Daftar Pustaka
M. Junes Malalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia, Deperteman Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Cv. Eka Putra, Jakarta, 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar