Oleh : Desmauli
Lumbanbatu, S.Pd
Karya
seni tradisional, yang berwujud dalam pakaian adat, alat musik tradisional,
senjata adat, artefak kebudayaan, aksesoris-aksesoris yang melengkapi keadatan,
mengandung unsur-unsur warna yang menambah kesan estetik dalam karya seni
tradisonal.Selain itu dari warna itu juga menyimpan filosofi yang berhubungan
dengan supranatural (adikodrati), atau ada kekuatan tertentu yang menguasai
bagian diri alam raya.
Dominan yang selalu ada disetiap
daerah yang ada diindonesia adalah warna putih, hitam, dan merah bagi umumnya
suku bangsa di Indonesia merupakan warna bernilai sombolis. Susuna warna
bernilai simbolis yang masih dipergunakan
pada beberapa karya seni dan suku bangsa di Indonesia.
Penelitian tentang warna kedaerahan
telah dilakukan sejak tahun 1978 dan dilanjutkan pada tahun 1982, yang pertama
tentang “Desain Warna Susunan dan Fungsinya” yaitu pada tahun (1878) dan yang
kedua “Susunan Warna Lokal Di Beberapa Daerah Indonesia” (1982). Melalui
Institut Teknologi Bandung Proyek Pengembangan Ilmu dan Teknologi, Dirjen
Dikti, Dept. Dikbud.
Untuk melengkapi pemahaman kita
mengenai warna sebagai citra estetika kebudayaan Indonesia. Penulis akan
membahas beberapa filosofi warna dari budaya di Indonesia.
A.
Suku
Batak
Pada pembahasan
ini kita akan mengambil karya seni tradisional batak yaitu ulos dan ukiran suku
batak yaitu Gorga.
A.1 Ulos
Motif-motif hiasan dan warna yang ditampilkan pada
ulos tertentu memberikan makna tertentu pula dalam pandangan masyarakat suku
batak. Untuk mempersempit pembahasan kita mengambil salah satu jenis ulos yaitu
Ragi Idup, dengan motif dan watna putih menyebabkan ulos ini mempunyai nilai
yang tinggi, dipandang suci, lambing dari kehidupan, dana memberi semacam
ketenagnan, kekuatan dalam menghadaip cobaan hidup bagi yang memilikinnya.
Upacara adat dalam rangka daur hidup terkait dengan
pemberian ulos dan juga pada upacara memasuki rumah baru.Uapacara daur hidup
itu terkait dengan pemberian ulos dan juga pada upacra memasuki rumah
baru.Upacara daur hidup itu adalah misalnya upacara masa kehamilan.Upacara
kelahiran, upacara naik sidi, upacara perkawinan, uapcara kematian, uapcara
menggali kuburan. Pemberian ulos itu melibatkan unsur dalihan na tolu.
Masing-masing warna mengandung makna “kematian”,
“kehidupan dan kesucian”, dam atribut Batara Guru ang menguasai dunia bawah.
Ulos dipandang memberi kehangtan (halason) bagi badan dan jiwa. Halason berasal
dari kata las atau “panas”, tetapi bermakna suka-cita, dorongan kuasa,
kekautan, dan dapat membangkutkan semangat dan filosofi ini semua tergambarkan
dalam warna merah dari ulos.
A.2 Gorga
Warna yang paling mencolok pada orang
batak suku batak adalah terpancar pada ornament atsitektur rumah adat. Dimana 3
unsur warna ini selalu menghiasi ornament rumah adat batak. Pertama warna
putih, merah, dan hitam dan ini adala warna utama dan dominan suku batak.Yang
terpatri dalam ragam rias, seperti pada warna gorga di ruma batak (ukiran di
rumah adat batak) dan perangkat music gondang.
Ketiga warna tersebut juga mempunyai
makna dan simbolisme khusu menurut keprcayaan religi suku batak kuno, yaitu:
Putih sebagai perlambang kesucian, kebenaran, kejujuran, dan ketulusan
(sohaliapan, sohapurpuran), juga symbol kosmologi Benua Ginjang (dunia atas)
Merah sebagai perlambang ketuatan (hagogoan) dan keberanian, symbol Benua Tonga
(dunia tengah). Hitam sebagai perlambang kerahasian (hahomion), kewibawaan dan
kepemimpinan, symbol Banua Toru (dunia bawah).
B.
Minang
Kabau
Tiga warna kebesaran minangakabau
atau di sebut juga MARAWA yang menjadi warna khas di minangkabau atau provinsi
sumatera barat. Marawa (umbul-umbul) di sumatera barat yang terdiri tiga warna
yaitu hitam, merah, kuning, merupakan lambing atau percerminan wilayah Adat
Luhak Nan Tigo yang ada di wilayah provinsi sumatera barat.
Warna kuning, melambangkan Luhak
Tanah datar (Batusangkar) dengan makna (aianyo janiah, ikannyo jinak dan
buminyo dingin = air nya jernih ikannya jinak buminya dingin). Warna merah
melambangkan Luhuk Agam (bukit tinggi) dengan makna (aiah nyo karuah, ikannyo
liah dan buminyo hangek = airnya keruh ikannya liar bumunya hangat) dan sedangkan
warna hitam melambangkan Luhuk Lumopuluh Koto (aia nyo manih, ikannyo banyak
dan buminyo tawa = ainya manis ikanya banyak buminya tawar.
Setiap warna-warna Marawa tersebut
diatas juga mempunyai arti sendiri tidak terkecuali tiangnya, yaitu: 1.Marawa
Kebesaran Adat Minangkabau(Empat Warna) Tiang: Melambangkan mambasuik dari
bumi. Hitam: Melambangkan tahan tapi mempunyai akal dan budi Kuning:
Melambangkan keagungan, punya undang-undang dan hukum, Merah: Melambangkan
keberanian, punya raso jo pareso (rasa dan perasa) Putih: Melambangkan
kesucian, punya alur dan patut. Sedang kan tata cara pemakaian MARAWA empat
warna tersebut adalah: Pertama dipakai atau dipasang ketika upacara adat
kebesaran Ninik Mamak Pemangku Adat (urang ampek jinih dan jinih nan ampek).
Kedua dipakai atau dipasang ketika pelantikan/pengambilan sumpah penghulu,
manti, malin dubalang dan sebagainya.2.Marawa tiga warna, hitam merah kuning,
dipakai untuk acara2 masyarakat seperti pesta pernikahan dan hari2 besar agama
Islam dan hari2 besar Nasional.
C.
Bali
Falsafah warna Bali disebut “Panca
Maha Butha”, bersumber dari falsafah hinduisme, unsurnya terdiri dari air, api,
udara, tanah, dan angkasa (akasa).Susunan warnanya dinamakan “Rajah Nawasanga”
, terdiri dari 9 warna, yang dihubungkan dengan nama dewa dan arah mata angin.
Skema warnanya cenderung ke arah warna muda (tint).
Peran warna hitam dan putih di Bali
cukup penting.Sebagai simbol rwa bhineda, yaitu perbedaan yang mengatur
keseimbangan dunia (dua sisi kehidupan, baik-buruk, terang-gelap).Catur warna di
Bali simbol golongan masyarakat tertentu
1. Putih
= warna Brahmana
2. Merah
= warna Ksatriya
3. Kuning
= warna Wesya
4. Hitam
= warna Sudra
D.
Suku
Dayak
Untuk
memahami maksud dan arti warna batu pada manik-manik Dayak sebenarnya
tergantung warna manik itu sendiri, manik-manik yang dihadirkan dalam setiap
upacara tradisional Suku Dayak umumnya berwarna merah, hijau, kuning, biru dan
putih. Setiap warna memiliki arti dan keistimewaan berbeda-beda, sebab itulah
dalam masyarakat Dayak, jika warna manik batu merah maka ini merupakan simbol
makna semangat hidup, jika manik batu warna biru memiliki makna sumber kekuatan
dari segala penjuru yang tidak mudah luntur, jika warna kuning maka makna
simbolisasi manik batu ini menggambarkan keagungan dan keramat, kemudian jika
warna sebuah manik batu adalah hijau ini memiliki makna kelengkapan dan
intisari alam semesta, sedangkan jika warna manik batu adalah putih maka ia
simbolisasi sebuah makna gambaran lambang kesucian iman seseorang kepada sang
pencipta.
E.
Yogyakarta
Penggunaan warna telah terpola oleh
peraturan yang tidak tertulis dari keraton, karena kebudayaan Jawa berpusat di
keraton.Kuning adalah lambang keraton/sultan.
Hitam, cokelat, putih, atau biru tua menjadi
warna-warna batik tradisional.Merah biasanya muncul pada pertunjukan wayang
kulit.
Warna batik tradisional Yogyakarta
melambangkan sifat dan nafsu manusia, warna tersebut ada tiga yaitu coklat,
putih, dan hitam sebagai warna utama dalam batik tradisional Yogyakarta.Warna
coklat melambangkan pribadi yang hangat, terang alami, rendah hati, bersahabat,
kebersamaan, tenang dan sentosa sesuai dengan masyarakat Jawa yang mengutamakan
rasa dalam segala tindak-tanduknya.Warna putih melambangkan pribadi yang suci,
polos, lugu, jujur, bersih, spiritual, pemaaf, cinta, dan terang yang
melambangkan sifat religius masyarakat Jawa.Warna hitam melambangkan pribadi
yang gelap, misteri, kukuh, formal, dan memiliki keahlian.
Motif batik tradisional Yogyakarta
memiliki makna tertentu dalam setiap bentuknya dan dipakai saat upacara tertentu.
Motif grompol yang berarti berkumpulnya segala yang baik, motif truntum yang
berarti sebagai panutan/penuntun, motif semen gurda yang berarti
kekuatan/kekuasaan, motif sida asih yang berarti dapat saling mengasihi, motif
sida luhur yang berarti semoga jadi orang yang berpangkat, motif wahyu tumurun
yang berarti pengharapan agar mendapat wahyu dari Tuhan YME, dan motif tambal
yang berarti sebagai penyembuh bagi yang sakit. Selain itu juga ada motif
larangan yang hanya boleh dipakai oleh keluarga Kraton pada jaman sebelum
bersatunya Indonesia seperti motif parang rusak barong dengan motif modang di
tengahnya pada dodod atau kain jarit yang dipakai Sri Sultan yang memiliki arti
simbolis filosofis dalam kebudayaan Hindu dan modang memiliki arti simbolis lidah
api-api dan motif parang rusak gurda memiliki arti filosofis sebuah mahkota
atau penguasa tertinggi.
Sehingga makna simbolis warna dan
motif batik tradisional Yogyakarta melambangkan agar manusia yang memakai batik
tersebut dapat memiliki sifat-sifat sesuai dengan makna motif batik tersebut
dan dapat mengendalikan nafsu sesuai dengan makna warna batik tersebut.
F.
Jawa
Barat
Gambaran tentang unsur-unsur adat itu
terpantul pada bentuk-bentuk kesenian Sunda seperti seni sastra, tembang kecapi
suling, tari, wayang golek, sandiwara, batik tulis serta tata cara berpakaian.
Lakon wayang umpamanya , tidak lagi utuh dipertunjukkan di depan umum
sebagaimana asalnya, melainkan telah mendapat improvisasi Ki Dalang sesuai dengan masa dan masyarakat
penikmatnya. Demikian juga dengan bentuk – bentuk seni lainya telah mendapat pengembangan daya
cipta berdasarkan imajinasi senimannya tanpa beranjak dari akarnya sendiri.
Penampilannya disesuaikan dengan lingkungan kondisi masyarakat penerimanya
serta zamannya.
Sifatnya lebih terbuka terhadap pengaruh
unsur luar, sehingga terjadi proses akulturasi. Hal-hal yang bersifat
tradisional religius magis sedikit demi sedikit terkikis.Warna-warna simbolis
masih dipergunakan oleh sebagian adat Sunda, seperti putih, merah, kuning.Warna
putih sebagai pakaian pengantin wanita yang masih gadis.Selendang putih untuk
upacara ‘numbas’, simbol kebanggaan mertua terhadap menantu yang masih
suci.Warna merah putih untuk upacara “ngaruat” rumah baru, syukuran berganti nama.Warna kuning
untuk nasi kuning, sebagai syukuran naik pangkat, ulang tahun, atau lulus
ujian.Budaya Sunda juga mengenal warna analog atau nada warna, seperti urutan
antara merah dengan biru: mulai dari beureum (merah), kayas (merah muda),
kasumba (merah muda ada unsur ungu), gandaria (ungu), gandola (biru keunguan),
paul (biru ultramarine).Kayas bisa dimasukkan pada susunan warna cerah (tint),
antara merah dan putih.
G.
Gorontalo
Filosofi warna pada suku gorontalo
diambil pada pakaian adat.Pakaian adat Gorontalo umumnya mempunyai tiga warna
dan memiliki arti tertentu yaitu warna ungu, warna kuning keemasan, dan warna
hijau.Selain itu dalam upacara pernikahan adat Gorontalo, masyarakat hanya
menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna
merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab,
warna hijau bermakna kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan, warna
kuning emas bermakna kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran, sedangkan
warna ungu bermakna keanggunanan dan kewibawaan.
Jika masyarakat Gorontalo ingin
mengenakan pakaian yang berwarna gelap, maka masyarakat lebih suka memakai
warna hitam yang melambangkanketeguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan warna putih yang melambangkan kesucian atau kedukaan.Karena itu,
masyarakat Gorontalo lebih suka mengenakan warna putih bila pergi ke tempat
perkabungan atau kedukaan atau ke tempat ibadah.Pada umumnya kurang suka dengan
pakaian berwarna coklat karena coklat yang melambangkan tanah.
Selain itu warna biru muda sering
dikenakan pada saat peringatan 40 hari duka, sedangkan biru tua dikenakan pada
peringatan 100 hari duka.Dari pandangan terhadap warna tersebut, maka pada
hiasan untuk upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat
warna utama juga, yakni warna merah, hijau, kuning emas, dan ungu.
H.
Melayu
Riau
Warna bagi orang melayu adalah
merupakan lambang atau simbol yang dapat membedakan setatus seseorang di dalam
kehidupannya.Lambang warna juga dapat menandakan kepatuhan.Tetapi dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional melayu mengartikan warna sebagai
berikut.
1. PUTIH:
Tanda kesucian dalam tata pakaian adat putih di pakai juga sebagai tanda
berkabung .
2. MERAH:
tanda persaudaraan dan keberanian. Masyarakat padalaman menggunakan warna
sebagai warna panji dan payung untuk batin (kepala persukuan)sedangkan dalam
peperangan kain merah selalu di kaitkan di pinggang.
3. KUNING:
Lambang kesucian. Warna kuning di jaman raja melayu masih berkuasa hanya boleh
di pakai oleh keluarga raja.
4. BIRU:
lambang keperkasaan di Sungai dan lautan . Dahulunya pakaian biru di peruntukkan
bagi laksana kerajaan .
5. HIJAU;
lambang kesuburan dan kemakmuran.
6. HITAM;
lambang keperkasaan Warna ini selalu dipakai oleh panglima dan hulubalang.
7. KEEMASAN:
lambang kejayaan dan kemegahan. Warna ini dahulu di pakai oleh raja yang sedang
berkuasa.
Daftar Pustaka
M. Junes Malalatoa, Ensiklopedi Suku
Bangsa Di Indonesia, Deperteman Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Cv. Eka Putra,
Jakarta, 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar